RENUNGAN DI
BULAN SUCI RAMADHAN
SEPULUH (10) KEUTAMAAN
MEMBACA AL-QURAN DI BULAN SUCI RAMADHAN
DISEMAK OLEH
: DR. RAFIUDDI AFKARI
Segala
puji bagi Allah, yang telah menurunkan kepada hamba-Nya kitab Al-Qur’an sebagai
penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang muslim. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada hamba
dan rasul-Nya Muhammad, yang diutus Allah sebagai rahmat bagi alam semesta.
Adalah
ditekankan bagi seorang muslim yang mengharap rahmat Allah
dan takut akan siksa-Nya untuk memperbanyak membaca Al-Qur’anul Karim pada
bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya untuk mendekatkan diri kepada Allah
Ta’ala, mengharap ridha-Nya, memperoleh keutamaan dan pahala-Nya. Karena
Al-Qur’anul Karim adalah sebaik-baik kitab, yang diturunkan kepada Rasul
termulia, untuk umat terbaik yang pernah dilahirkan kepada umat manusia; dengan
syari’at yang paling utama, paling mudah, paling luhur dan paling sempurna.
Al-Qur’an
diturunkan untuk dibaca oleh setiap orang muslim, direnungkan dan dipahami
makna, perintah dan larangannya, kemudian diamalkan. Sehingga ia akan menjadi hujjah baginya di hadapan Tuhannya dan pemberi syafa’at
baginya pada hari Kiamat.
Allah
telah menjamin bagi siapa yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkan
isi kandungannya tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akhirat,
dengan firmanNya ”Maka barangsiapa yang
mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. ”
(Thaha:123)
Janganlah
seorang muslim memalingkan diri dari membaca kitab Allah, merenungkan dan
mengamalkan isi kandungannya. Allah telah mengancam
orang-orang yang memalingkan diri darinya dengan firman-Nya: ”Barangsiapa berpaling dari Al-Qur’an maka
sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari Kiamat. ” (Thaha : 100)
Ayat
Al Quran yang lain menyebitkan : ”Dan
barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.
” (Thaha: 124)
1.
Firman Allah Ta ‘ala :
”Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. ” (An-Nahl: 89)
”Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. ” (An-Nahl: 89)
2. Firman Allah Ta’ala
… Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab
yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang
mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. ”
(Al-Ma’idah: 15-16)
3. Firman Allah Ta ‘ala :
”Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yunus: 57)
”Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yunus: 57)
4. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
”Bacalah Al-Qur’an,
karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa ‘at bagi
pembacanya. ” (HR. Muslim dari
Abu Umamah)
5. Dari
An-Nawwas bin Sam’an radhiallahu ‘anhu, katanya : Aku mendengar Rasul
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
”Didatangkan pada hari Kiamat Al-Qur’an dan para pembacanya yang
mereka itu dahulu mengamalkannya di dunia, dengan didahului oleh surat Al
Baqarah dan Ali Imran yang membela pembaca kedua surat ini. ” (HR. Muslim)
6. Dari Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, katanya: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
”Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya. ” (HR. Al-Bukhari)
”Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya. ” (HR. Al-Bukhari)
7. Dari Ibnu
Mas’ud radhiallahu ‘anhu, katanya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
”Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim satu huruf. ” (HR. At-Tirmidzi, katanya: hadits hasan shahih)
”Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim satu huruf. ” (HR. At-Tirmidzi, katanya: hadits hasan shahih)
8. Dari Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma, bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an: ”Bacalah, naiklah dan bacalah
dengan pelan sebagaimana yang telah kamu lakukan di dunia, karena kedudukanmu
adalah pada akhir ayat yang kamu baca. ”(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi
dengan mengatakan: hadits hasan shahih).
9. Dari Aisyah radhiallahu ‘anhu, katanya: Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
”Orang yang membaca Al-Qur’an dengan mahir adalah bersama para malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala. ” (Hadits Muttafaq ‘Alaih).
Dua pahala, yakni pahala membaca dan pahala susah payahnya.
”Orang yang membaca Al-Qur’an dengan mahir adalah bersama para malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala. ” (Hadits Muttafaq ‘Alaih).
Dua pahala, yakni pahala membaca dan pahala susah payahnya.
10. Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
”Tidak boleh hasut kecuali dalam dua perkaua, yaitu: orang yang dikaruniai Allah Al-Qur’an lalu diamalkannya pada waktu malam dan siang, dan orang yang dikaruniai Allah harta lalu diinfakkannya pada waktu malam dan siang ”(Hadits Muttafaq ‘Alaih).
Yang dimaksud hasut di sini yaitu mengharapkan seperti apa yang dimiliki orang lain. [Lihat kitab Riyadhus Shaalihiin, hlm. 467-469]
”Tidak boleh hasut kecuali dalam dua perkaua, yaitu: orang yang dikaruniai Allah Al-Qur’an lalu diamalkannya pada waktu malam dan siang, dan orang yang dikaruniai Allah harta lalu diinfakkannya pada waktu malam dan siang ”(Hadits Muttafaq ‘Alaih).
Yang dimaksud hasut di sini yaitu mengharapkan seperti apa yang dimiliki orang lain. [Lihat kitab Riyadhus Shaalihiin, hlm. 467-469]
Maka
bersungguh-sungguhlah -semoga Allah menunjuki Anda kepada jalan yang
diridhaiNya untuk mempelajari Al-Qur’anul Karim dan membacanya dengan niat yang
ikhlas untuk Allah Ta’ala. Bersungguh-sungguhlah untuk mempelajari maknanya dan
mengamalkannya, agar mendapatkan apa yang dijanjikan Allah bagi para ahli
Al-Qur’an berupa keutamaan yang besar, pahala yang banyak, derajat yang tinggi
dan kenikmatan yang abadi. Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dahulu jika mempelajari sepuluh ayat dari Al-Qur’an, mereka tidak melaluinya
tanpa mempelajari makna dan cara pengamalannya.
Dan perlu Anda ketahui, bahwa membaca Al-Qur’an yang berguna bagi
pembacanya, yaitu membaca disertai merenungkan dan memahami maknanya,
perintah-perintahnya dan larangan-larangannya. Jika ia menjumpai ayat yang
memerintahkan sesuatu maka ia pun mematuhi dan menjalankannya, atau menjumpai
ayat yang melarang sesuatu maka iapun meninggalkan dan menjauhinya. Jika ia
menjumpai ayat rahmat, ia memohon dan mengharap kepada Allah rahmat-Nya; atau
menjumpai ayat adzab, ia berlindung kepada
Allah
dan takut akan siksa-Nya. Al-Qur’an itu menjadi hujjah bagi orang yang
merenungkan dan mengamalkannya; sedangkan yang tidak mengamalkan dan memanfaatkannya
maka Al-Qur’an itu menjadi hujjah terhadap dirinya (mencelakainya).
Firman Allah Ta ‘ala :
”lni adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapatkan pelajaran. ” (Shad: 29)
”lni adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapatkan pelajaran. ” (Shad: 29)
Bulan Ramadhan memiliki kekhususan dengan Al-Qura’nul Karim, sebagaimana
firman Allah :
”Bulan Ramadhan, yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an … ”(Al-Baqarah: 185)
”Bulan Ramadhan, yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an … ”(Al-Baqarah: 185)
Dan
dalam hadits shahih dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bertemu dengan Jibril pada bulan Ramadhan setiap malam untuk membacakan
kepadanya Al-Qur’anul Karim.
Hal
itu menunjukkan dianjurkannya mempelajari Al-Qur’an pada bulan Ramadhan dan
berkumpul untuk itu, juga membacakan Al-Qur’an kepada orang yang lebih hafal.
Dan juga menunjukkan dianjurkannya memperbanyak bacaan Al-Qur’an pada bulan
Ramadhan
Tentang
keutamaan berkumpul di masjid-masjid untuk mempelajari Al-Qur’anul Karim,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Tidaklah berkumpul suatu
kaum di salah satu rumah Allah seraya membaca kitab Allah dan mempelajarinya di
antara mereka, kecuali turunlah ketenangan atas mereka, serta mereka diliputi
rahmat, dikerumuni para malaikat dan disebut-sebut oleh Allah kepada para
malaikat di hadapan-Nya. ” (HR. Muslim)
Ada
dua cara untuk mempelajari Al-Qur’anul Karim
1.
Membaca ayat yang dibaca sahabat Anda
2.
Membaca ayat sesudahnya. Namun cara pertama lebih baik
Dalam
hadits Ibnu Abbas di atas disebutkan pula mudarasah antara Nabi dan Jibril
terjadi pada malam hari. Ini menunjukkan dianjurkannya banyak-banyak membaca
Al-Qur’an di bulan Ramadhan pada malam hari, karena malam merupakan waktu
berhentinya segala kesibukan, kembali terkumpulnya semangat dan bertemunya hati
dan lisan untuk merenungkan. Seperti dinyatakan dalam firman Allah: �Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih
tepat (untuk khusyu ‘), dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.� (Al-Muzzammil:
6).
Disunatkan
membaca Al-Qur’an dalam kondisi sesempurna mungkin, yakni dengan bersuci,
menghadap kiblat, mencari waktu-waktu yang paling utama seperti malam, setelah
maghrib dan setelah fajar. Boleh membaca sambil berdiri, duduk, tidur, berjalan
dan menaiki kendaraan. Berdasarkan firman Allah :
”(Yaitu) orang-orang yang dzikir kedada Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring... ”(Ali Imran: 191). Sedangkan Al-Qur’anul Karim merupakan dzikir yang paling agung.
”(Yaitu) orang-orang yang dzikir kedada Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring... ”(Ali Imran: 191). Sedangkan Al-Qur’anul Karim merupakan dzikir yang paling agung.
Kadar bacaan yang disunatkan
Disunatkan
mengkhatamkan Al-Qur’an setiap minggu, dengan setiap hari’ membaca sepertujuh
dari Al-Qur’an dengan melihat mushaf, karena melihat mushaf merupakan ibadah.
Juga mengkhatamkannya kurang dari seminggu pada waktu-waktu yang mulia dan di
tempat-tempat yang mulia, seperti: Ramadhan, Dua Tanah Suci dan sepuluh hari
Dzul Hijjah karena memanfaatkan waktu dan tempat. Jika membaca Al-Qur’an khatam
dalam setiap tiga hari pun baik, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam kepada Abdullah bin Amr : ”Bacalah Al-Qur’an itu dalam setiap tiga
hari ” [Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu Katsir, hlm. 169-172 dan
Haasyiatu Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 107.]
Dan
makruh menunda khatam Al-Qur’an lebih dari empat puluh hari, bila hal tersebut
dikhawatirkan membuatnya lupa. Imam Ahmad berkata : ”Betapa berat beban
Al-Qur’an itu bagi orang yang menghafalnya kemudian melupakannya.�
Dilarang
bagi yang berhadats kecil maupun besar menyentuh mushaf, dasarnya firman Allah
Ta ‘ala:
”Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. ”(Al-Waqi’ah: 79)
”Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. ”(Al-Waqi’ah: 79)
Dan
sabda Nabi shallallahu ‘slaihi wassallam : ”Tidak dibenarkan menyentuh
Al-Qur’an ini kecuali orang yang suci. ” (HR. Malik dalam
Al-Muwaththa,Ad-Daruquthni dan lainnya)” [Hal ini diperkuat hadits Hakim bin
Hizam yang lafazhnya: ''Jangan menyentuh Al-qur'an kecuali jika kamu suci.''
(HR. Ath-Thabrani dan Al-Hakim dengan menyatakannya shahih]
Al-Qur’anul Karim syari’at sempurna
Asy-Syathibi
dalam kitab Al-Muwaafaqaat mengatakan : ”Sudah menjadi kesepakatan bahwa kitab
yang mulia ini adalah syari’at yang sempurna, sendi agama, sumber hikmah, bukti
kerasulan, cahaya penglihatan dan hujjah. Tiada jalan menuju Allah selainnya,
tiada keselamatan kecuali dengannya dan tidak ada yang dapat dijadikan pegangan
sesuatu yang menyelisihinya. Kalau demikian halnya, mau tidak mau bagi siapa
yang hendak mengetahui keuniversalan syariat, berkeinginan mengenal
tujuan-tujuannya serta mengikuti jejak para ahlinya harus menjadikannya sebagai
kawan bercakap dan teman duduknya sepanjang siang dan malam dalam teori dan
praktek; maka dekat waktunya ia mencapai tujuan dan menggapai cita-cita serta
mendapati dirinya termasuk orang-orang pendahulu, dan dalam rombongan pertama
jika ia mampu. Dan tidaklah mampu atas hal itu kecuali orang yang senantiasa
menggunakan apa yang dapat membantunya, yaitu sunnah yang menjelaskan kitab
ini. Selainnya, adalah ucapan para imam terkemuka dan salaf pendahulu yang
dapat membimbingnya dalam tujuan yang mulia ini.” [Lihat AI Muwafaqaat, oleh
Asy-Syathibi, 3/224]
Hukum melagukan Al-Qur’an
Pembaca
dan pendengar Al-Qur’an yang hatinya disibukkan dengan lagu dan sejenisnya
-yang dapat mengakibatkan perubahan firman Allah-, padahal kita diperintahkan
untuk memperhatikannya; sebenamya menghalangi hatinya dari apa yang dikehendaki
Allah dalam kitab-Nya, memutuskannya dari pemahaman firman-Nya. Mahasuci firman
Allah dari hal itu semua. Imam Ahmad melarang talhin dalam membaca Al-Qur’an,
yaitu yang menyerupai lagu, beliau berkata : ”Itu bid’ah.�
Ibnu
Katsir rahimahullah dalam Fadhaa ‘ilul Qur’an mengatakan: ”Sasaran yang diminta
menurut syara’ tiada lain yaitu memperindah suara yang dapat mendorong untuk
merenungkan dan memahami Al-Qur’an yang mulia dengan khusyu’, tunduk, dan patuh
penuh ketaatan. Adapun suara-suara dengan lagu yang diada-adakan yang terdiri
atas nada dan irama yang melalaikan, serta aturan musikal, maka Al-Qur’an
adalah suci; dari hal ini dan tak layak jika dalam membacannya diperlakukan
demikian.” [Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu Katsir, hlm. 125-126]
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: ”Irama-irama yang dilarang para ulama untuk
membaca Al-Qur’an yaitu yang dapat memendekkan huruf yang panjang, memanjangkan
yang pendek, menghidupkan huruf yang mati dan mematikan yang hidup. Mereka
lakukan hal itu supaya sesuai dengan irama lagu-lagu yang merdu. Jika hal itu
dapat mengubah aturan Al-Qur’an dan menjadikan harakat sebagai huruf, maka
haram hukumnya. [Lihat Haasyiatu Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim, him.
107]
Disalin
dari: Risalah Ramadhan; karya Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al
Jarullah.
No comments:
Post a Comment